Senin, 15 Oktober 2012

Mengharap (mukjizat) APBD yang Pro Rakyat (Miskin)


Bagi rakyat kecil, harapan adalah satu-satunya harta yang harus dipertahankan, hari ini boleh saja tak makan tapi masih ada harapan esok bisa makan dengan kenyang, hari ini boleh saja menganggur siapa tahu esok ada tawaran kerja.  Tahun 2011 hampir lewat, harapannya pada tahun anggaran 2012 ini APBD lebih pro rakyat (miskin). APBD merupakan instrumen untuk menggerakkan roda pemerintahan dan roda perekonomian didaerah diharapkan bisa meningkatkan kesejah teraan rakyatnya. Hampir semua daerah kasusnya sama, yaitu kesejahteraan rakyat khususnya rakyat miskin/wong cilik terlupakan. Baru saja DPRD Boyolali memuluskan rencana mega proyek bupati yang akan merelokasi komplek perkantoran terpadu dengan biaya tahap awal Rp.32,3 miliar, padahal total biaya yang dibutuhkan mencapai Rp.142,3 miliar selama tiga tahun. Tulisan ini mengambil sampel kota Solo bukan Boyolali, data Solo Pos menyebutkan, jumlah rakyat miskin di Solo pada tahun 2010 ada 63.918 orang (data BPS) atau 125.732 orang (data mengacu SK Walikota No. 470/81-C/1/2010), suatu jumlah yang cukup besar untuk dapat dientaskan dalam satu tahun anggaran bahkan dalam satu periode kepemimpinan. Pasangan walikota Jokowi-Rudy masih punya kesempatan untuk merealisasikan tugas utamanya untuk menyejahterakan warga Solo yang miskin tersebut, benarkah APBD tahun 2012 sudah pro rakyat?, kita lihat sebagian saja apa yang ada dalam  RAPBD 2012 tersebut. Tulisan ini tak mempersoalkan berapa sisa APBD yang dianggarkan setelah dikurangi Biaya tak langsung dalam hal ini gaji PNS pada tahun 2012, kisaran 30% sampai 31% dari APBD sebesar Rp. 1.107.235.015.000,- sudah sangat bagus dibanding kabupaten lain diwilayah Solo raya. Pemkot menganggarkan Rp. 23 miliar untuk pembangunan 7 gedung kantor kelurahan dan 2 kantor dinas (Disdikpora dan Dishub), bahkan rencananya 51 gedung kelurahan akan dibangun semua  paling lambat tahun 2015, sungguh sangat monumental dan elitis!. Rencana pembelian mobil dinas senilai Rp.5 miliar merupakan jumlah yang tak bisa disebut kecil, sementara anggaran pemberdayaan masyarakat hanya Rp.3,04 miliar. Melihat kenyataan ini benar juga apa yang tertulis dalam kritik untuk kepemimpinan walikota Solo,  Jokowi lupa tugas utamanya untuk menyejahterakan warga Solo. Jokowi-Rudy hanya membangun kota Solo, belum menyejahterakan wong Solo. Persoalan kemiskinan memang bagai seutas benang kusut yang sangat sulit diurai, variabel penyebabnya sangat komplek, antara lain tingkat pendidikan, budaya, lingkungan sosial sangat mempengaruhi, bak lingkaran setan yang tak berujung pangkal, namun Pemkot lewat APBD harus berusaha untuk menguraikan. Kucuran dana harus mengenai sasaran, tepat jumlah, tepat waktu dan yang lebih utama harus menyadarkan bahwa simiskin harus mau bangkit dari kemiskinannya. Kepiawaian Jokowi dalam mengelola bisnis meubelnya tak diragukan lagi diharapkan dapat memoles kota Solo menjadi lebih maju serta sejahtera seluruh warganya bukan hal yang tak mungkin, begitu pula Rudy yang kampiun dalam memimpin organisasi politik dan olahraga, sangat lihai dan cermat dalam menempatkan birokratnya dalam posisi ”pas”, maka kita masih bisa berharap banyak, disisa waktu pengabdiannya Jokowi-Rudy bisa mengentaskan secara tuntas kemiskinan di kota Solo. City branding masih dibutuhkan, kota Solo memang bukan milik wong Solo saja, namun city branding  harus mulai dikurangi demi pengentasan kemiskinan warga Solo, boleh jadi hingar bingar even-even seni budaya dan olahraga tingkat nasional maupun internasional yang diadakan selama ini serta pembangunan hotel, apartemen, mal, serta belasan bank dan perusahaan yang membuka cabang di Solo justru effek positifnya dinikmati warga luar Solo, seperti pembangunan kota Jakarta sebagai kota metropolitan, banyak warga luar Jakarta yang berhasil sedang warga Jakarta asli (orang Betawi) justru tersingkir kepinggiran, ironi memang. Kembali pada RAPBD kota Solo tahun 2012, pembangunan gedung-gedung pemerintah baru semestinya tak terlalu mewah, apakah warga miskin Solo bisa puas dengan melihat kantor kelurahan dan gedung-gedung Pemkot mewah dan indah sementara rumah-rumah hunian mereka masih sangat memprihatinkan?. Tidak benar juga memanjakan warga miskin dengan kucuran dana tanpa memberdayakan mereka. Warga miskin perlu jala bukan ikan, mereka butuh parang bukan uluran kayu bakar, sudahkah anggaran bagi mereka tersedia mencukupi?. Pada APBD 2012 yang akan datang, perlu semua pihak menyadari posisi masing-masing, SKPD pembuat rancangan program kegiatan haruslah jeli agar bisa menyentuh kebutuhan pengentasan kemiskinan, soal hal lain yang merupakan pencitraan kota Solo harus dikurangi atau ditunda dulu. Pertanyaan mendasar yang perlu ditanyakan kepada warga miskin Solo apa yang mereka butuhkan?. Jawabannya bisa ditebak, mereka menginginkan anaknya bisa sekolah lebih tinggi bukan hanya sekedar lulus SMA atau yang sederajad serta butuh ketrampilan, yang masih menganggur butuh pekerjaan, yang modalnya kecil perlu tambahan modal, yang belum punya rumah menginginkan adanya perumahan murah, yang belum punya dasaran untuk berjualan perlu kios, yang sakit perlu pengobatan dan perawatan gratis, para seniman perlu wadah untuk mengekspresikan jiwa seninya, warga Solo butuh lingkungan yang bersih bukan taman-taman yang indah dan mahal dsb. Penanganan warga miskin harus dibedakan antara yang sudah lanjut usia dengan yang masih muda atau usia produktif, begitu pula yang usia produktif tadi harus dibedakan antara yang berpendidikan dan tidak berpendidikan, masing-masing perlu penanganan khusus dengan program berkelanjutan sampai mereka mandiri. Sebetulnya jawaban dari ini semua sudah ada dikantong Pemkot, namun dalam menjabarkan  dalam APBD masih sering kalah dengan gengsi dan prestise. Harapan akhir kepada yang terhormat wakil rakyat kota Solo, gedung sidang anda sudah sangat mentereng begitu juga dengan mobil dinasnya. Uang kehormatan anda sudah sangat cukup, sekarang giliran anda untuk betul-betul memikirkan rakyat khususnya warga Solo yang masih miskin. Kreativitas anda sangat diperlukan dalam memperjuangkan kepentingan wong cilik. Banyak cara untuk menghemat anggaran tanpa mengurangi efektifitasnya. Pembelian mobil dinas mewah, pembangunan perkantoran mewah dan perjalanan dinas serta rapat atau seminar dihotel mewah merupakan tindakan yang menyakiti hati warga miskin, sadarkah anda semua?. Diera internet seperti sekarang tak ada alasan lagi studi banding/kunker kelain daerah dengan beaya mahal, cukup mengakses internet untuk mengetahui kelebihan dari daerah tersebut. Kepada semua fihak baik eksekutif maupun legislatif harus mau mengurangi pos-pos anggaran yang kurang perlu, saat ini saatnya lebih fokus pada pengentasan kemiskinan. Kembali pada sisitem penganggaran selama ini, seperti tuduhan Solo Pos dalam tajuknya Rabu tanggal 21 Desember 2011 dengan judul: ”Predator anggaran dalam salah urus kemiskinan”, dicontohkan anggaran untuk mengatasi gizi buruk tapi 80% anggarannya habis untuk biaya rapat, konsumsi rapat, alat tulis kantor, honor dan sejenisnya. Ironis bukan?. Jokowi-Rudy harus berani cancut taliwanda menyingsingkan lengan bajunya membenahi masalah ini kalau tidak mau namanya tercoreng karena gagal menyejahterakan atau mengentaskan kemiskinan warga Solo selama menjabat 2(dua) periode. Memang tidak mudah tugas ini, perlu sinkronisasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, tapi yang jelas keseriusan penanganan dan kemauan politik lebih utama, kesampingkan dulu masalah yang lain, buktikan bahwa kebijakan anggaran tidak seperti yang dituduhkan Solopos, fihak eksekutif dan legislatif harus sadar tugas utama mereka untuk meningkatkan kesejahteraan warga Solo bukan membangun kota Solo. Eksekutif dan Legislatif bisa menerapkan aji mumpung dalam arti positif dan yang lebih penting semua  yang terlibat dalam penyusunan RAPBD perlu merenungkan kembali ungkapan dalam bahasa jawa yang tak asing lagi bagi wong Solo: Ngono ya ngono nanging aja ngono, atau Jokowi punya agenda lain misalnya akan dituntaskan besuk kalau telah menduduki kursi gubernur Jawa tengah?. ***