Bagi rakyat kecil, harapan adalah
satu-satunya harta yang harus dipertahankan, hari ini boleh saja tak makan tapi
masih ada harapan esok bisa makan dengan kenyang, hari ini boleh saja
menganggur siapa tahu esok ada tawaran kerja. Tahun 2011 hampir lewat, harapannya pada tahun
anggaran 2012 ini APBD lebih pro rakyat (miskin). APBD merupakan instrumen
untuk menggerakkan roda pemerintahan dan roda perekonomian didaerah diharapkan
bisa meningkatkan kesejah teraan rakyatnya. Hampir semua daerah kasusnya sama, yaitu
kesejahteraan rakyat khususnya rakyat miskin/wong cilik terlupakan. Baru saja
DPRD Boyolali memuluskan rencana mega proyek bupati yang akan merelokasi
komplek perkantoran terpadu dengan biaya tahap awal Rp.32,3 miliar, padahal
total biaya yang dibutuhkan mencapai Rp.142,3 miliar selama tiga tahun. Tulisan
ini mengambil sampel kota Solo bukan Boyolali, data Solo Pos menyebutkan,
jumlah rakyat miskin di Solo pada tahun 2010 ada 63.918 orang (data BPS) atau
125.732 orang (data mengacu SK Walikota No. 470/81-C/1/2010), suatu jumlah yang
cukup besar untuk dapat dientaskan dalam satu tahun anggaran bahkan dalam satu
periode kepemimpinan. Pasangan walikota Jokowi-Rudy masih punya kesempatan
untuk merealisasikan tugas utamanya untuk menyejahterakan warga Solo yang
miskin tersebut, benarkah APBD tahun 2012 sudah pro rakyat?, kita lihat sebagian
saja apa yang ada dalam RAPBD 2012
tersebut. Tulisan ini tak mempersoalkan berapa sisa APBD yang dianggarkan
setelah dikurangi Biaya tak langsung dalam hal ini gaji PNS pada tahun 2012,
kisaran 30% sampai 31% dari APBD sebesar Rp. 1.107.235.015.000,- sudah sangat
bagus dibanding kabupaten lain diwilayah Solo raya. Pemkot menganggarkan Rp. 23
miliar untuk pembangunan 7 gedung kantor kelurahan dan 2 kantor dinas
(Disdikpora dan Dishub), bahkan rencananya 51 gedung kelurahan akan dibangun
semua paling lambat tahun 2015, sungguh
sangat monumental dan elitis!. Rencana pembelian mobil dinas senilai Rp.5
miliar merupakan jumlah yang tak bisa disebut kecil, sementara anggaran
pemberdayaan masyarakat hanya Rp.3,04 miliar. Melihat kenyataan ini benar juga
apa yang tertulis dalam kritik untuk kepemimpinan walikota Solo, Jokowi lupa tugas utamanya untuk menyejahterakan
warga Solo. Jokowi-Rudy hanya membangun kota Solo, belum menyejahterakan wong
Solo. Persoalan kemiskinan memang bagai seutas benang kusut yang sangat sulit
diurai, variabel penyebabnya sangat komplek, antara lain tingkat pendidikan,
budaya, lingkungan sosial sangat mempengaruhi, bak lingkaran setan yang tak
berujung pangkal, namun Pemkot lewat APBD harus berusaha untuk menguraikan.
Kucuran dana harus mengenai sasaran, tepat jumlah, tepat waktu dan yang lebih
utama harus menyadarkan bahwa simiskin harus mau bangkit dari kemiskinannya.
Kepiawaian Jokowi dalam mengelola bisnis meubelnya tak diragukan lagi
diharapkan dapat memoles kota Solo menjadi lebih maju serta sejahtera seluruh warganya
bukan hal yang tak mungkin, begitu pula Rudy yang kampiun dalam memimpin
organisasi politik dan olahraga, sangat lihai dan cermat dalam menempatkan
birokratnya dalam posisi ”pas”, maka kita masih bisa berharap banyak, disisa
waktu pengabdiannya Jokowi-Rudy bisa mengentaskan secara tuntas kemiskinan di
kota Solo. City branding masih
dibutuhkan, kota Solo memang bukan milik wong Solo saja, namun city
branding harus mulai dikurangi demi
pengentasan kemiskinan warga Solo, boleh jadi hingar bingar even-even seni
budaya dan olahraga tingkat nasional maupun internasional yang diadakan selama
ini serta pembangunan hotel, apartemen, mal, serta belasan bank dan perusahaan
yang membuka cabang di Solo justru effek positifnya dinikmati warga luar Solo,
seperti pembangunan kota Jakarta sebagai kota metropolitan, banyak warga luar
Jakarta yang berhasil sedang warga Jakarta asli (orang Betawi) justru
tersingkir kepinggiran, ironi memang. Kembali pada RAPBD kota Solo tahun 2012,
pembangunan gedung-gedung pemerintah baru semestinya tak terlalu mewah, apakah
warga miskin Solo bisa puas dengan melihat kantor kelurahan dan gedung-gedung
Pemkot mewah dan indah sementara rumah-rumah hunian mereka masih sangat
memprihatinkan?. Tidak benar juga memanjakan warga miskin dengan kucuran dana
tanpa memberdayakan mereka. Warga miskin perlu jala bukan ikan, mereka butuh parang
bukan uluran kayu bakar, sudahkah anggaran bagi mereka tersedia mencukupi?.
Pada APBD 2012 yang akan datang, perlu semua pihak menyadari posisi
masing-masing, SKPD pembuat rancangan program kegiatan haruslah jeli agar bisa
menyentuh kebutuhan pengentasan kemiskinan, soal hal lain yang merupakan
pencitraan kota Solo harus dikurangi atau ditunda dulu. Pertanyaan mendasar
yang perlu ditanyakan kepada warga miskin Solo apa yang mereka butuhkan?.
Jawabannya bisa ditebak, mereka menginginkan anaknya bisa sekolah lebih tinggi
bukan hanya sekedar lulus SMA atau yang sederajad serta butuh ketrampilan, yang
masih menganggur butuh pekerjaan, yang modalnya kecil perlu tambahan modal,
yang belum punya rumah menginginkan adanya perumahan murah, yang belum punya
dasaran untuk berjualan perlu kios, yang sakit perlu pengobatan dan perawatan
gratis, para seniman perlu wadah untuk mengekspresikan jiwa seninya, warga Solo
butuh lingkungan yang bersih bukan taman-taman yang indah dan mahal dsb.
Penanganan warga miskin harus dibedakan antara yang sudah lanjut usia dengan
yang masih muda atau usia produktif, begitu pula yang usia produktif tadi harus
dibedakan antara yang berpendidikan dan tidak berpendidikan, masing-masing
perlu penanganan khusus dengan program berkelanjutan sampai mereka mandiri.
Sebetulnya jawaban dari ini semua sudah ada dikantong Pemkot, namun dalam
menjabarkan dalam APBD masih sering
kalah dengan gengsi dan prestise. Harapan akhir kepada yang terhormat wakil
rakyat kota Solo, gedung sidang anda sudah sangat mentereng begitu juga dengan
mobil dinasnya. Uang kehormatan anda sudah sangat cukup, sekarang giliran anda
untuk betul-betul memikirkan rakyat khususnya warga Solo yang masih miskin.
Kreativitas anda sangat diperlukan dalam memperjuangkan kepentingan wong cilik.
Banyak cara untuk menghemat anggaran tanpa mengurangi efektifitasnya. Pembelian
mobil dinas mewah, pembangunan perkantoran mewah dan perjalanan dinas serta
rapat atau seminar dihotel mewah merupakan tindakan yang menyakiti hati warga
miskin, sadarkah anda semua?. Diera internet seperti sekarang tak ada alasan
lagi studi banding/kunker kelain daerah dengan beaya mahal, cukup mengakses
internet untuk mengetahui kelebihan dari daerah tersebut. Kepada semua fihak
baik eksekutif maupun legislatif harus mau mengurangi pos-pos anggaran yang
kurang perlu, saat ini saatnya lebih fokus pada pengentasan kemiskinan. Kembali
pada sisitem penganggaran selama ini, seperti tuduhan Solo Pos dalam tajuknya Rabu
tanggal 21 Desember 2011 dengan judul: ”Predator anggaran dalam salah urus
kemiskinan”, dicontohkan anggaran untuk mengatasi gizi buruk tapi 80%
anggarannya habis untuk biaya rapat, konsumsi rapat, alat tulis kantor, honor
dan sejenisnya. Ironis bukan?. Jokowi-Rudy harus berani cancut taliwanda menyingsingkan lengan bajunya membenahi masalah
ini kalau tidak mau namanya tercoreng karena gagal menyejahterakan atau
mengentaskan kemiskinan warga Solo selama menjabat 2(dua) periode. Memang tidak
mudah tugas ini, perlu sinkronisasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah
pusat, tapi yang jelas keseriusan penanganan dan kemauan politik lebih utama,
kesampingkan dulu masalah yang lain, buktikan bahwa kebijakan anggaran tidak
seperti yang dituduhkan Solopos, fihak eksekutif dan legislatif harus sadar
tugas utama mereka untuk meningkatkan kesejahteraan warga Solo bukan membangun
kota Solo. Eksekutif dan Legislatif bisa menerapkan aji mumpung dalam arti
positif dan yang lebih penting semua
yang terlibat dalam penyusunan RAPBD perlu merenungkan kembali ungkapan
dalam bahasa jawa yang tak asing lagi bagi wong Solo: Ngono ya ngono nanging aja ngono,
atau Jokowi punya agenda lain misalnya akan dituntaskan besuk kalau telah
menduduki kursi gubernur Jawa tengah?. ***