Lain dulu lain sekarang, kini tak
terdengar lagi cerita sedhih dari guru khususnya guru yang berstatus PNS.
Benarkah si pahlawan tanpa tanda jasa ini sudah hidup berkecukupan?.Tak
dipungkuri kalau jumlah guru ditanah air ini sangat banyak, mereka mengabdi diberbagai
sekolah dari jenjang taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, tempat
pengabdiannya dari ujung desa terpencil hingga ditengah kota metropolitan.
Cerita Umar Bakri yang pergi kesekolah untuk mengajar dengan naik sepeda sudah
berganti dengan Umar Bakri yang menyetir mobil. Guru kini jadi profesi yang
dilirik kaum muda, mereka berduyun-duyun menjadi mahasiswa di Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, hampir semua jurusan penuh sesak dengan mahasiswa calon
guru. Kini semua orang bangga dengan sebutan pak atau bu guru, mengapa?. Sejak
Pemerintah memberikan tunjangan sertifikasi bagi guru yang telah lulus sertifikasi,
kesejahteraan mereka meningkat pesat, kini halaman sekolah sudah dipenuhi
dengan deretan mobil-mobil milik para guru. Tapi sayang, kini timbul
kesenjangan yang semakin melebar, guru swasta apalagi yang bernaung di sebuah
yayasan kecil hidupnya tak terangkat, mereka kadang masih malu mendapat sebutan
guru karena mereka masih wagu dan kuru (baca: miskin). Dulu profesi sebagi guru
adalah sebuah kehormatan yang sangat tinggi dan membanggakan, mereka berjuang
ditengah serba keterbatasan untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. Hampir semua
guru hidupnya sederhana bahkan sangat sederhana. Mereka pakai baju seragam yang
sama, bertugas yang sama untuk mengajar dan mendidik anak bangsa agar menjadi
cerdas dan kelak menjadi manusia yang berguna. Disiplin mereka rata-rata hampir
sama tinggi karena dilandasi niat yang tulus untuk mencerdaskan anak didiknya.
Tapi sekarang setelah kehidupan guru berstatus PNS meningkat, apakah
kedisiplinan dan ketulusan mereka dalam mendidik juga meningkat?. Sangat
memprihatinkan kalau masih terdengar berita seorang guru tertangkap basah
sedang berbelanja saat jam kerja, sangat mencemaskan kalau ada berita guru
menjaili murid perempuannya, apakah ini akibat dari kemurahan hati pemerintah
yang memanjakan nasib guru PNS?. Jutaan
orang guru tentu tak bisa digebyah uyah.
Banyak guru kini mensyukuri rejeki yang melimpah untuk menunaikan ibadah haji,
banyak guru meneruskan kuliyah dijenjang pendidikan yang lebih tinggi atas
beaya sendiri. Kelompok inilah yang patut diteladani oleh guru lain atau calon
guru jika kelak mereka telah berstatus guru PNS. Sudah selayaknya peningkatan
kesejahteraan yang mereka terima diimbangi dengan peningkatan disiplin dan
terus menambah wawasan keilmuan agar tak ketinggalan jaman. Tidak hanya
pemberian yang bersifat materi, kini beberapa guru mendapat kesempatan untuk
melanjutkan pendidikannya diluar negeri atas beaya pemerintah ataupun beasiswa
dari negara lain. Sudah selayaknya guru sebagai tulang punggung dunia
pendidikan mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Kita bisa menyelenggarakan
pendidikan di tanah lapang asal ada gurunya, kita bisa belajar tanpa alat tulis
yang memadai asalkan ada gurunya, mengapa tidak semua guru mendapat perhatian
yang sama?. Alokasi anggaran pendidikan dari APBN yang sudah mencapai 20% sudah
selayaknya harus bisa dipakai untuk semua guru tanpa membedakan guru PNS atau
guru swasta. Kalau fihak swasta sudah bersusah payah mendirikan sekolah dan
menyediakan guru swasta bukankan pemerintah tinggal menambah untuk meningkatkan
kesejahteraan guru swasta?. Kini timbul lelucon yang semestinya tak perlu
terjadi, ada sebuah keluarga yang anak perempuannya akan dipinang oleh seorang
guru. Dari fihak keluarga sampai tega menanyakan kepada sang calon menantu:
Guru PNS atau guru swasta?. Meski ini
bukan pertanyaan yang salah tetapi pertanyaan ini menunjukkan bahwa masyarakat telah
melihat dengan jelas ketimpangan kesejahreraan antara guru PNS dan guru swasta.
Mandiri dan Berani
Kini seorang guru dituntut untuk lebih mandiri dan berani menolak perintah
yang tidak semestinya. Dikalangan lembaga kepolisian telah berani membuat
edaran kepada bawahannya harus berani
menolak perintah atasan yang berbau KKN, seyogyanya guru juga harus demikian.
Berani menolak perintah atasan yang berbau KKN seperti yang terjadi di
lingkungan Dinas Pendidikan Boyolali yang ”memfasilitasi” guru untuk membeli
laptop agar guru melek teknologi, guru harus berani menolak setiap pungutan
yang berdalih untuk memperlancar turunnya berbagai Surat Keputusan Kenaikan
pangkat dsb. Sekolah dan para guru harus bisa mandiri dalam segala hal. Guru
khususnya guru PNS harus melepaskan kebiasaan lama seperti sebagai perantara
jual beli LKS, buku pengayaan, pembelian seragam siswa, jual beli bangku dsb. Pendek
kata guru jangan mau dimobilisasi atau menjadi kepanjangan tangan fihak lain untuk
tujuan tertentu. Dinas Pendidikan sebagai instansi yang menaungi guru harus
bersih dari pejabat yang hobi nyambi
berdagang. Serahkan semua jual beli segala kebutuhan siswa/sekolah pada
mekanisme pasar agar terjadi persaingan sehat yang ujungnya nanti akan bisa
menekan harga lebih murah. Seorang guru harus bisa menjaga martabatnya. Masyarakat
sangat menghormati tetapi sangat prihatin terhadap nasib guru swasta, bagi para
pengusaha yang telah sukses hendaklah sudi memikirkan nasib mereka. Guru swasta
juga bagian dari jutaan guru yang ada di Indonesia yang ikut mencerdaskan anak-anak
bangsa, ini belum kalau kita mau menengok ke pondok-pondok pesantren
didesa-desa. Disana ada ribuan ustadz (guru agama) yang mengajar santri-santri
dengan penuh keikhlasan. Mereka kadang hanya menerima beberapa kilogram beras
setiap bulannya. Memang nasib manusia berbeda, tapi sudah menjadi kwajiban
pemerintah untuk memikirkan nasib rakyatnya, sudah seharusnya pemerintah
berlaku adil dan bijaksana, tidak selayaknya membiarkan nasib guru swasta yang
telah ikut andil dalam mencerdaskan anak bangsa sejak Republik Indonesia ini
belum berdiri. Penulis tahu dengan mata kepala sendiri, berapa besar gaji
seorang guru swasta Taman Kanak-kanak di Solo. Sebuah Yayasan dibawah Persyarikatan
Muhammadiyah hanya mampu menggaji mereka Rp.200.000,- sebulan bagi guru yang telah
bermasa kerja lebih dari lima belas tahun, bisa dibayangkan berapa gaji guru Taman
kanak-kanak yang masih baru. Penulis menghitung uang sebesar itu hanya cukup
dibelikan bedak dan sabun dalam sebulan.
Tulisan ini semoga dapat
mengetuk hati nurani siapa saja, bukan hanya pejabat pemerintah, pengurus
organisasi guru (PGRI) tapi juga pengusaha yang telah merasakan nikmatnya hidup
di bumi Indonesia yang gemah ripah loh jinawi ini, jangan libatkan guru dalam
bisnis perusahaan saudara karena ujung-ujungnya hanya akan merendahkan martabat
guru. Keberhasilan saudara tidak lepas dari dedikasi seorang guru. Guru
riwayatmu dulu, riwayatmu kini,....