Kamis, 06 Desember 2012

Guru, Riwayatmu Kini .....

Lain dulu lain sekarang, kini tak terdengar lagi cerita sedhih dari guru khususnya guru yang berstatus PNS. Benarkah si pahlawan tanpa tanda jasa ini sudah hidup berkecukupan?.Tak dipungkuri kalau jumlah guru ditanah air ini sangat banyak, mereka mengabdi diberbagai sekolah dari jenjang taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, tempat pengabdiannya dari ujung desa terpencil hingga ditengah kota metropolitan. Cerita Umar Bakri yang pergi kesekolah untuk mengajar dengan naik sepeda sudah berganti dengan Umar Bakri yang menyetir mobil. Guru kini jadi profesi yang dilirik kaum muda, mereka berduyun-duyun menjadi mahasiswa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, hampir semua jurusan penuh sesak dengan mahasiswa calon guru. Kini semua orang bangga dengan sebutan pak atau bu guru, mengapa?. Sejak Pemerintah memberikan tunjangan sertifikasi bagi guru yang telah lulus sertifikasi, kesejahteraan mereka meningkat pesat, kini halaman sekolah sudah dipenuhi dengan deretan mobil-mobil milik para guru. Tapi sayang, kini timbul kesenjangan yang semakin melebar, guru swasta apalagi yang bernaung di sebuah yayasan kecil hidupnya tak terangkat, mereka kadang masih malu mendapat sebutan guru karena mereka masih wagu dan kuru (baca: miskin). Dulu profesi sebagi guru adalah sebuah kehormatan yang sangat tinggi dan membanggakan, mereka berjuang ditengah serba keterbatasan untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. Hampir semua guru hidupnya sederhana bahkan sangat sederhana. Mereka pakai baju seragam yang sama, bertugas yang sama untuk mengajar dan mendidik anak bangsa agar menjadi cerdas dan kelak menjadi manusia yang berguna. Disiplin mereka rata-rata hampir sama tinggi karena dilandasi niat yang tulus untuk mencerdaskan anak didiknya. Tapi sekarang setelah kehidupan guru berstatus PNS meningkat, apakah kedisiplinan dan ketulusan mereka dalam mendidik juga meningkat?. Sangat memprihatinkan kalau masih terdengar berita seorang guru tertangkap basah sedang berbelanja saat jam kerja, sangat mencemaskan kalau ada berita guru menjaili murid perempuannya, apakah ini akibat dari kemurahan hati pemerintah yang  memanjakan nasib guru PNS?. Jutaan orang guru tentu tak bisa digebyah uyah. Banyak guru kini mensyukuri rejeki yang melimpah untuk menunaikan ibadah haji, banyak guru meneruskan kuliyah dijenjang pendidikan yang lebih tinggi atas beaya sendiri. Kelompok inilah yang patut diteladani oleh guru lain atau calon guru jika kelak mereka telah berstatus guru PNS. Sudah selayaknya peningkatan kesejahteraan yang mereka terima diimbangi dengan peningkatan disiplin dan terus menambah wawasan keilmuan agar tak ketinggalan jaman. Tidak hanya pemberian yang bersifat materi, kini beberapa guru mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya diluar negeri atas beaya pemerintah ataupun beasiswa dari negara lain. Sudah selayaknya guru sebagai tulang punggung dunia pendidikan mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Kita bisa menyelenggarakan pendidikan di tanah lapang asal ada gurunya, kita bisa belajar tanpa alat tulis yang memadai asalkan ada gurunya, mengapa tidak semua guru mendapat perhatian yang sama?. Alokasi anggaran pendidikan dari APBN yang sudah mencapai 20% sudah selayaknya harus bisa dipakai untuk semua guru tanpa membedakan guru PNS atau guru swasta. Kalau fihak swasta sudah bersusah payah mendirikan sekolah dan menyediakan guru swasta bukankan pemerintah tinggal menambah untuk meningkatkan kesejahteraan guru swasta?. Kini timbul lelucon yang semestinya tak perlu terjadi, ada sebuah keluarga yang anak perempuannya akan dipinang oleh seorang guru. Dari fihak keluarga sampai tega menanyakan kepada sang calon menantu: Guru  PNS atau guru swasta?. Meski ini bukan pertanyaan yang salah tetapi pertanyaan ini menunjukkan bahwa masyarakat telah melihat dengan jelas ketimpangan kesejahreraan antara guru PNS dan guru swasta.
Mandiri dan Berani
Kini seorang guru dituntut untuk lebih mandiri dan berani menolak perintah yang tidak semestinya. Dikalangan lembaga kepolisian telah berani membuat edaran kepada bawahannya  harus berani menolak perintah atasan yang berbau KKN, seyogyanya guru juga harus demikian. Berani menolak perintah atasan yang berbau KKN seperti yang terjadi di lingkungan Dinas Pendidikan Boyolali yang ”memfasilitasi” guru untuk membeli laptop agar guru melek teknologi, guru harus berani menolak setiap pungutan yang berdalih untuk memperlancar turunnya berbagai Surat Keputusan Kenaikan pangkat dsb. Sekolah dan para guru harus bisa mandiri dalam segala hal. Guru khususnya guru PNS harus melepaskan kebiasaan lama seperti sebagai perantara jual beli LKS, buku pengayaan, pembelian seragam siswa, jual beli bangku dsb. Pendek kata guru jangan mau dimobilisasi atau menjadi kepanjangan tangan fihak lain untuk tujuan tertentu. Dinas Pendidikan sebagai instansi yang menaungi guru harus bersih dari pejabat yang hobi nyambi berdagang. Serahkan semua jual beli segala kebutuhan siswa/sekolah pada mekanisme pasar agar terjadi persaingan sehat yang ujungnya nanti akan bisa menekan harga lebih murah. Seorang guru harus bisa menjaga martabatnya. Masyarakat sangat menghormati tetapi sangat prihatin terhadap nasib guru swasta, bagi para pengusaha yang telah sukses hendaklah sudi memikirkan nasib mereka. Guru swasta juga bagian dari jutaan guru yang ada di Indonesia yang ikut mencerdaskan anak-anak bangsa, ini belum kalau kita mau menengok ke pondok-pondok pesantren didesa-desa. Disana ada ribuan ustadz (guru agama) yang mengajar santri-santri dengan penuh keikhlasan. Mereka kadang hanya menerima beberapa kilogram beras setiap bulannya. Memang nasib manusia berbeda, tapi sudah menjadi kwajiban pemerintah untuk memikirkan nasib rakyatnya, sudah seharusnya pemerintah berlaku adil dan bijaksana, tidak selayaknya membiarkan nasib guru swasta yang telah ikut andil dalam mencerdaskan anak bangsa sejak Republik Indonesia ini belum berdiri. Penulis tahu dengan mata kepala sendiri, berapa besar gaji seorang guru swasta Taman Kanak-kanak di Solo. Sebuah Yayasan dibawah Persyarikatan Muhammadiyah hanya mampu menggaji mereka Rp.200.000,- sebulan bagi guru yang telah bermasa kerja lebih dari lima belas tahun, bisa dibayangkan berapa gaji guru Taman kanak-kanak yang masih baru. Penulis menghitung uang sebesar itu hanya cukup dibelikan bedak dan sabun dalam sebulan.
       Tulisan ini semoga dapat mengetuk hati nurani siapa saja, bukan hanya pejabat pemerintah, pengurus organisasi guru (PGRI) tapi juga pengusaha yang telah merasakan nikmatnya hidup di bumi Indonesia yang gemah ripah loh jinawi ini, jangan libatkan guru dalam bisnis perusahaan saudara karena ujung-ujungnya hanya akan merendahkan martabat guru. Keberhasilan saudara tidak lepas dari dedikasi seorang guru. Guru riwayatmu dulu, riwayatmu kini,....