Priya tampan itu kelelahan setelah
seharian berburu dihutan, ia berusaha mencari seteguk air untuk melepaskan
dahaganya, dan hai apa itu?.... Pria itu terbelalak matanya melihat air sungai
Gangga yang suci. Belum hilang rasa girang hatinya pria tampan itu kembali
melihat keajaiban dunia, dilihatnya sosok wanita cantik berdiri disana.
“Kau gadis dari desa sini atau
bidadari yang turun dari Kayangan?”, tanya pria tampan itu sambil memandang tak
berkedip matanya.
Gadis itu tersenyum malu, hatinya
terasa tersanjung, tak beda dengan gadis yang lain, ia sangat gembira mendapat
pertanyaan dari pria tampan itu.
“namaku Dewi Gangga, benar kata Yang
Mulia, aku gadis penunggu sungai Gangga yang suci ini, siapakah tuan disiang
yang sangat menyengat ini datang
kesungaiku?”
Pria tampan itu terkejut, ia tak
percaya dengan pandangan matanya sendiri, diusapnya matanya berkali-kali, tapi
gadis itu memang ada dalam kenyataan bukan dialam mimpi,
“jadi kau Dewi Gangga penungu sungai
suci ini?” tanya pria tampan ini sambil tersenyum
“benar tuan, akulah perempuan
penunggu sungai suci ini”
Jagad dewa batara, inilah keelokan
dunia yang aku saksikan untuk yang pertama kali dalam hidupku, bisik pria
tampan itu dalam hati. Sambil meracik kata-kata yang pantas untuk diutarakan
kepada gadis itu, pria tampan itu berusaha mendekat untuk memperkenalkan diri,
“namaku Sentanu, aku datang dari
negeri Hastinapura”, kata pria tampan itu sambil mengulurkan tangannya untuk
berjabat tangan
“jadi kaulah raja muda yang sangat
bijak itu?”, tanya Gangga sambil menunduk hormat
“benar akulah orangnya, tapi jangan
beri aku hormat yang berlebihan, akulah yang seharusnya memberi hormat
kepadamu”
Saat itu juga dikedua hati insan itu
ada gelombang asmara yang bergejolak tiada terkira, masing-masing mengakui
bahwa orang yang dihadapannya adalah orang yang paling cocok untuk dijadikan
suami atau isteri mereka.
Sabagai pria, Sentanu merasa harus
berani lebih dulu mengutarakan isi hatinya, sudah bertahun-tahun ia keliling
seluruh pelosok negeri mencari gadis idaman yang cocok untuk dijadikan
permaisuri dan kini saatnya telah datang,
“Aku adalah pria yang paling malang
didunia ini, sudah sekian tahun aku belum menemukan gadis yang sudi kujadikan
permaisuri, maukah engkau menemaniku duduk disinggasana kerajaan Hastinapura?”
Mendengar ucapan raja muda itu
Gangga hanya tersenyum penuh arti, Gangga ragu akan ketulusan cinta pria yang
berada dihadapannya. Sudah berkali-kali Gangga mendengar ungkapan rasa cinta
dari para raja tapi setelah mendengar permintaannya, para raja itu mundur
teratur merasa tak kuasa memenuhi permintaannya.
“apakah tuan mau menuruti
permintaanku?”, ucap Gangga sambil memalingkan wajah cantiknya
Mendengar ucapan Gangga itu hati
Sentanu bergetar hebat, gerangan permintaan apa gadis cantik ini.
“kau punya keinginan apa, seandainya
kau minta matahari dan rembulan aku sanggup menurunkan sekarang juga”, jawab
Sentanu menyombongkan diri
“bukan itu permintaanku, aku hanya
minta Tuanku yang mulia selalu menggembirakan hatiku, memanjakan segala
keinginanku, aku tak senang apabila keinginanku dilarang meski itu hanya
sekali, karena sekali aku dikecewakan aku akan pergi dari sampingmu”, jawab
Gangga tegas
Sungguh aneh permintaan Gangga ini,
sebagai seorang raja sudah selayaknya seluruh keinginannya harus dituruti oleh
isterinya, tapi raja Sentanu mendapat permintaan dari calon isterinya justru
sebaliknya.
“jadi aku harus terus menerus
menuruti keinginan dan kemauanmu, meski keinginan itu tak wajar?”, tanya
Sentanu minta kejelasan,
“benar Tuan Yang mulia”
Sentanu tak kuasa menolak permintaan
Gangga, ia sudah jatuh cinta, biarlah kupertaruhkan kedudukanku sebagai raja
asal aku bisa memperistri Gangga yang jelita ini.
Kedua insan yang dimabuk asmara itu
sepakat untuk hidup sebagai suami isteri, raja muda dari negeri Hastinapura itu
memboyong Dewi Gangga ke kerajaannya yang gemah ripah loh jinawi, Sentanu
membayangkan akan punya banyak keturunan dari Dewi Gangga yang cantik ini.
Hari berganti menjadi minggu dan
kini sudah menginjak bulan ketiga perkawinan mereka, Dewi Gangga kelihatan
bertambah gemuk, bibit cinta kasih Sentanu yang ditanam dirahim Gangga telah
tumbuh subur, Gangga telah hamil muda sehingga cinta kasih Sentanu semakin
lengkap dan sempurna.
“Kakang Sentanu aku ingin mangga
muda yang asam rasanya”, pinta Gangga manja sambil memeluk suaminya
Mendengar permintaan isterinya yang
sedang hamil muda itu Sentanu dengan cekatan menuruti segala permintaannya,
Sentanu ingat akan semua janjinya ketika akan memperisteri Dewi Gangga, ia tak
boleh mengecewakan wanita cantik berbau harum itu. Dengan bersamadi sejenak
dihadapan Gangga telah terhidang mangga muda yang sudah dikupas kulitnya.
“silahkan makan sepuasnya isteriku,
ayo mintalah segala keinginanmu aku akan menurutinya”, ujar Sentanu
Dewi Gangga tersenyum, meski hatinya
gembira namun disudut hatinya masih tersimpan keraguan apakah suaminya kelak
mampu menuruti segala keinginan dan tidak melarang segala perbuatannya.
Usia kehamilan Dewi Gangga sudah
hampir mendekati sembilan bulan lebih, kini ratu Hastinapura itu merasakan mual
dan tanda-tanda akan melahirkan jabang bayi. Ia minta disediakan kamar khusus
untuk melahirkan dan tak seorangpun perlu memberikan pertolongan dalam proses
pesalinan, Gangga wanita penunggu sungai suci itu menjalani proses persalinan
dengan mudah. Sentanu menunggu diluar dengan harap cemas. Kesukaannya berburu
binatang dihutan sangat menganggu pikirannya, apakah anak yang akan lahir nanti
seperti layaknya bayi yang normal?.
Tak terdengar rintihan kesakitan
sama sekali, tak terdengar jerit bayi yang menangis, hati Sentanu semakin cemas
adanya. pintu kamar terbuka lebar, Gangga yang sangat cantik keluar sambil
membopong seorang bayi sambil berjalan menuju ke sungai Gangga.
Melihat ulah sang permaisurinya,
raja Hastinapura itu hanya diam, ia ingat akan semua janjinya untuk tidak
mengecewakan hati isterinya dan melarang segala tingkah lakunya. Dilihatnya
istrinya menuruni sungai suci yang tenang itu dan, astaga,.. apa yang akan kau
lakukan isteriku?, bisik Sentanu dalam hati.
Gangga mencium bayinya tiga kali dan
dengan tenangnya ia menenggelamkan bayi yang tak berdosa itu. Melihat
pemandangan yang aneh itu raja Hastinapura itu hanya bisa menahan diri, ia bisa
memaklumi perbuatan isterinya yang sangat aneh, Gangga memang wanita penuh
misteri. Sentanu hanya bisa menoleh kekanan dan kekiri, beruntung perbuatan
isterinya tak diketahui rakyatnya, namun dalam hati ia bertanya bagaimana
seandainya perbuatan kejam itu dicontoh wanita dinegeri ini?
Hati Sentanu sangat kecewa, namun
tak berlangsung lama karena Dewi Gangga kembali menghibur dengan sikap dan pebuatannya
yang bijak dihadapannya. Kini Gangga semakin cantik dan molek, dalam sekejap
raja muda itu sudah terlena dengan belaian kasih dan rayuan Dewi Gangga. Cinta
Sentanu mamang cinta buta karena cintanya bisa membutakan perbuatan jahat yang
sebenarnya harus dikutuk dan dilaknat.Tapi Dewi Gangga memang wanita penuh
misteri, belum genap dua bulan sejak kejadian sadis disungai Gangga itu,
permaisuri yang sangat cantik itu telah hamil lagi dan sifat manjanya semakin
menjadi-jadi.
“Kakang, aku telah hamil lagi”, ujar
Gangga manja sambil sesekali menciumi pipi Sentanu.
Sentanu sangat puas hatinya,
ternyata isterinya sangat subur sekali, seandainya aku punya anak delapan orang
tentu semua akan kujadikan raja besar
dinegeri ini karena wilayah negeri Hastinapura sangat luas dan kaya raya.
Sentanu berharap kelahiran anaknya
yang kedua kelak tidak seperti kejadian yang kemarin, ia ingin melihat dan
menimang anaknya yang kelak diharapkan menjadi penerus garis keturunannya.
Kini hati Sentanu kembali cemas,
mendekati saat–saat kelahiran putra yang kedua tingkah laku Dewi Gangga seperti
yang dulu lagi. Ia minta disediakan ruangan khusus untuk proses persalinan dan
tak seorangpun boleh menemani.
Kamar persalinan itu begitu lengang,
tak sedikitpun ada suara Dewi Gangga yang merintih kesakitan atau jarit tangis
penderitaan. Tak berapa lama permaisuri kerajaan Hastinapura itu keluar kamar
sambil membopong bayi, luar biasa, wajah Dewi Gangga begitu sangat cantik dan
tersenyum meninggalkan Sentanu yang berdiri keheranan. Gangga kembali menyusuri
rumahnya yaitu sungai Gangga yang suci, disanalah Gangga akan kembali melakukan
perbuatanya yang dianggap sadis dan tak patut dicontoh oleh penduduk negeri
Hastinapura, ia menenggelamkan lagi bayi suci tak berdosa yang baru saja dilahirkan.
Untuk kedua kalinya hati Sentanu
hancur berkeping-keping, namun Sentanu tak bisa berbuat banyak karena ingat
akan janjinya dan Sentanu harus menahan rasa sabar kalau tak mau kehilangan
isteri yang kesehariannya sangat bijak itu.
Apakah perbuatan ini akan dilakukan
Dewi Gangga terus menerus?, hati Sentanu bimbang akan masa depan kerajaannya.
Semestinya aku sudah bisa menimang dua orang bayi hasil perkawinanku, namun
sampai sekarang tak ada dipelukanku. Untuk sedikit memberi jawaban pertanyaan
dari rakyatnya saja sang raja harus terus berbohong tentang perbuatan
isterinya.
Benar juga dugaan Sentanu, isterinya
terus berperilaku kejam terhadap bayi-bayinya, sudah tujuh orang bayi
ditenggelamkan didasar sungai Gangga yang suci. Kini Dewi Gangga sedang mengandung
bayi yang kedelapan. Hati Sentanu telah bulat, anak yang kedelapan ini harus
diselamatkan sebagai pewaris kerajaan Hastinapura, Sentanu telah kehabisan rasa
sabar, ia tak hiraukan lagi dengan janji-janji suci kepada Dewi penunggu sungai
suci itu.
“Isteriku yang cantik, selamatkan
bayiku yang kedelapan ini”, ucap Sentanu agak kasar terhadap isteri yang
dicintainya ketika Sentanu melihat bayi kedelapan itu dibawa kepinggiran sungai
Gangga.
Dewi Gangga melihat suaminya sambil
tersenyum, ada rasa sedih dan bahagia
menjadi satu.
“suamiku, tibalah saatnya kita harus
berpisah, jodoh kita hanya sampai disini saja, bayi ini akan menjadi bayimu
yang berumur panjang, kuberi nama bayimu ini Dewabrata, biarlah untuk sementara
kuasuh dan kudidik sebagai kesatriya yang mumpuni dan kelak kalau sudah dewasa
akan kuserahkan kepadamu”, ucap Dewi Gangga singkat sambil hilang dikedalaman
sungai suci itu.
*****
Diterjemahkan secara bebas dari kitab Mahabarata karangan
Wiyasa oleh
Sumedi