Ken Arok terkesima melihat Bulan purnama
muncul dibalik mega tipis, senyum tersungging disudut bibirnya, nafas sedikit
lega, syarafnya terasa kendor, tuntas sudah hasratnya yang ia pendam sejak
pagi, angannya melayang pada perempuan yang baru saja digumuli, sungguh
cantik,.. ucap Arok lirih, tapi Arok tak mau menjadikannya isteri, ia hanya
seorang pelacur sebagai pemuas dahaga haus kelakiannya. Ditinggalnya perempuan
itu setelah lunas ia membayarnya, sesampai dirumah ternyata angannya tentang
kejadian pagi tadi tak sirna juga. Setiap
rindu pada Ken Dedes menggoda, Arok hanya bisa melampiaskan hasrat kelakiannya dengan
pelacur itu. ”Dasar laki-laki tak
tahu diri, sudah tua masih beristeri muda!”, umpat Arok dalam hati. Arok tahu
diri kalau silelaki tua itu tak mudah disingkirkan secara fisik, ia seorang
penguasa yang disegani rakyatnya, tapi bukan Arok kalau ia hanya memendam
cintanya pada Ken Dedes yang jelita.
Tunggul Ametung seorang penguasa yang disegani seluruh rakyatnya, disekelilingnya ada prajurit yang selalu siaga duapuluh empat jam, Arok harus bersabar dan menyusun strategi untuk meraih impiannya. Kelicikanya sebagai pemain judi telah terasah tuntas, keberanianya sebagai seorang garong telah sempurna, kini ia seorang prajurit yang mumpuni dalam olah yuda, tunggu apa lagi?. Kelebat senyum Ken Dedes kembali menggoda hatinya, ”kakang Arok apa kau tak merasakan cintaku?”, bisik Ken Dedes sambil sembunyi-sembunyi ketika Arok mengawal wanita pujaannya itu. ”Hamba hanya seorang prajurit Gusti putri”, ucap Arok menunduk menguji kesungguhan cinta Dedes sang permaisuri. Kembali darah muda Arok bergejolak membrontak, cintaku tak bertepuk sebelah tangan, Dedes membalas cintaku, ucap Arok menenangkan gejolak hatinya. Serasa tak sabar menunggu kematian Tunggul Ametung yang sudah tua, kesempatan hanya datang sekali, tak mungkin menunggu Dedes menjadi keriput dimakan umur. Kelicikannya ketika main judi dadu harus dipakai untuk menyingkirkan Tunggul Ametung lelaki tua tak tahu diri itu. Kini ditangannya telah ada sebongkah logam yang ditemukan ketika ada bintang jatuh diladang, ketika itu rumput dan belukar yang baru kejatuhan benda dari langit itu terbakar hebat, benda apa ini? tanya Arok kala itu. Kini Arok telah tahu kegunaan dari benda itu, seorang pande besi didesa Gandring bisa menyulapnya menjadi keris sakti. ”Kerismu besuk akan jadi keris yang sakti, kau harus hati-hati!”, kata empu Gandring mewanti-wanti pada Arok, ”berapa minggu aku harus menunggu keris itu terwujud?”, tanya Arok tak sabar. Kini empu Gandring tersenyum penuh arti”, aku membutuhkan hitungan bulan bukan minggu untuk menyelesaikan keris ini, logammu bukan sembarangan logam kisanak”, kata empu Gandring dengan sorot mata kagum. Kini Arok terpaksa harus bersabar, ternyata untuk memiliki Dedes tak secepat hitunganya. Kembali kelebat senyum Dedes menggoda, perempuan dengan sejuta pikat dan daya tarik itu memang tercipta menjadi wanita istimewa, ia bakal menurunkan raja-raja dari rahimnya.Tak sengaja Arok melihat betisnya ketika permaisuri Tunggul Ametung itu menaiki kereta kencana, sinar putih menyilaukan nampak dari betis kanannya yang mulus. Arok kembali sadar dari lamunannya, jawaban Gandring mengejutkan, ”kisanak harus sabar menunggu selama empat bulan agar keris ini menjadi sakti”. Arok pulang dengan harapan baru, ia harus menyusun kelicikan lain untuk meraih mimpinya, ia harus mempersiapkan sejumlah orang sebagai tumbal agar kerisnya nanti menjadi sakti seperti yang dikatakan empu Gandring, selang sebulan Arok menemui Gandring, ditemuinya empu itu masih bersamadi di sanggar pamujan sambil mendekap logam pemberianya, ”bagaimana Gandring dengan kerisku?”, tanya Arok dengan nada kecewa, ”sabar kisanak, aku masih mencari wangsit agar keris ini menjadi keris sakti, bukankah aku menyanggupi untuk merampungkan selama empat bulan?”, Arok diam mendengar jawaban empu tua yang terkenal mumpuni dalam membuat keris itu. ”Dua bulan lagi aku akan datang untuk melihat kerjamu”, ucap Arok sambil mohon pamit pada sang empu. Arok tidak pulang kerumahnya, ia mampir ditempat Kebo Ijo teman karibnya, ia menceritakan kalau punya sebuah keris sakti dirumahnya yang boleh dipinjamnya kalau perlu. ”Kau hebat Arok dari mana kaudapat keris sakti itu?”, ”tak usah kau tanya asal usulnya, kalau kamu lihat nanti kau akan tahu sendiri bahwa keris itu hanya pantas dimiliki seorang raja”, jawab Arok membuat Kebo Ijo penasaran. Dada Arok kembali bergemuruh memikirkan keayuan Dedes, perempuan permaisuri Tunggul Ametung itu mestinya menjadi isterinya karena ia sepantaran denganya, ”dasar laki-laki tua bangka, tunggu ajalmu tiba!”, dada Arok kembali dipenuhi kemarahan. Disela tugas yang diembannya sebagai pengawal Tunggul Ametung dan isterinya, ia meliahat perempuan cantik itu semakin bertambah molek, perut dan dadanya bertambah besar, perutnya menyembul mendadakan ada janin yang sedang tumbuh dirahimnya, dadanya mengembang bak gunung Semeru yang menantang kelakiannya, Dedes sumbunyi-sumbunyi melirik Arok, tak sengaja matanya bertubrukan, kembali dada Arok bergetar apalagi sungging senyumnya memberi isyarat rahasia, kini Arok harus bersabar menunggu saat-saat untuk melampiaskan.
Tunggul Ametung seorang penguasa yang disegani seluruh rakyatnya, disekelilingnya ada prajurit yang selalu siaga duapuluh empat jam, Arok harus bersabar dan menyusun strategi untuk meraih impiannya. Kelicikanya sebagai pemain judi telah terasah tuntas, keberanianya sebagai seorang garong telah sempurna, kini ia seorang prajurit yang mumpuni dalam olah yuda, tunggu apa lagi?. Kelebat senyum Ken Dedes kembali menggoda hatinya, ”kakang Arok apa kau tak merasakan cintaku?”, bisik Ken Dedes sambil sembunyi-sembunyi ketika Arok mengawal wanita pujaannya itu. ”Hamba hanya seorang prajurit Gusti putri”, ucap Arok menunduk menguji kesungguhan cinta Dedes sang permaisuri. Kembali darah muda Arok bergejolak membrontak, cintaku tak bertepuk sebelah tangan, Dedes membalas cintaku, ucap Arok menenangkan gejolak hatinya. Serasa tak sabar menunggu kematian Tunggul Ametung yang sudah tua, kesempatan hanya datang sekali, tak mungkin menunggu Dedes menjadi keriput dimakan umur. Kelicikannya ketika main judi dadu harus dipakai untuk menyingkirkan Tunggul Ametung lelaki tua tak tahu diri itu. Kini ditangannya telah ada sebongkah logam yang ditemukan ketika ada bintang jatuh diladang, ketika itu rumput dan belukar yang baru kejatuhan benda dari langit itu terbakar hebat, benda apa ini? tanya Arok kala itu. Kini Arok telah tahu kegunaan dari benda itu, seorang pande besi didesa Gandring bisa menyulapnya menjadi keris sakti. ”Kerismu besuk akan jadi keris yang sakti, kau harus hati-hati!”, kata empu Gandring mewanti-wanti pada Arok, ”berapa minggu aku harus menunggu keris itu terwujud?”, tanya Arok tak sabar. Kini empu Gandring tersenyum penuh arti”, aku membutuhkan hitungan bulan bukan minggu untuk menyelesaikan keris ini, logammu bukan sembarangan logam kisanak”, kata empu Gandring dengan sorot mata kagum. Kini Arok terpaksa harus bersabar, ternyata untuk memiliki Dedes tak secepat hitunganya. Kembali kelebat senyum Dedes menggoda, perempuan dengan sejuta pikat dan daya tarik itu memang tercipta menjadi wanita istimewa, ia bakal menurunkan raja-raja dari rahimnya.Tak sengaja Arok melihat betisnya ketika permaisuri Tunggul Ametung itu menaiki kereta kencana, sinar putih menyilaukan nampak dari betis kanannya yang mulus. Arok kembali sadar dari lamunannya, jawaban Gandring mengejutkan, ”kisanak harus sabar menunggu selama empat bulan agar keris ini menjadi sakti”. Arok pulang dengan harapan baru, ia harus menyusun kelicikan lain untuk meraih mimpinya, ia harus mempersiapkan sejumlah orang sebagai tumbal agar kerisnya nanti menjadi sakti seperti yang dikatakan empu Gandring, selang sebulan Arok menemui Gandring, ditemuinya empu itu masih bersamadi di sanggar pamujan sambil mendekap logam pemberianya, ”bagaimana Gandring dengan kerisku?”, tanya Arok dengan nada kecewa, ”sabar kisanak, aku masih mencari wangsit agar keris ini menjadi keris sakti, bukankah aku menyanggupi untuk merampungkan selama empat bulan?”, Arok diam mendengar jawaban empu tua yang terkenal mumpuni dalam membuat keris itu. ”Dua bulan lagi aku akan datang untuk melihat kerjamu”, ucap Arok sambil mohon pamit pada sang empu. Arok tidak pulang kerumahnya, ia mampir ditempat Kebo Ijo teman karibnya, ia menceritakan kalau punya sebuah keris sakti dirumahnya yang boleh dipinjamnya kalau perlu. ”Kau hebat Arok dari mana kaudapat keris sakti itu?”, ”tak usah kau tanya asal usulnya, kalau kamu lihat nanti kau akan tahu sendiri bahwa keris itu hanya pantas dimiliki seorang raja”, jawab Arok membuat Kebo Ijo penasaran. Dada Arok kembali bergemuruh memikirkan keayuan Dedes, perempuan permaisuri Tunggul Ametung itu mestinya menjadi isterinya karena ia sepantaran denganya, ”dasar laki-laki tua bangka, tunggu ajalmu tiba!”, dada Arok kembali dipenuhi kemarahan. Disela tugas yang diembannya sebagai pengawal Tunggul Ametung dan isterinya, ia meliahat perempuan cantik itu semakin bertambah molek, perut dan dadanya bertambah besar, perutnya menyembul mendadakan ada janin yang sedang tumbuh dirahimnya, dadanya mengembang bak gunung Semeru yang menantang kelakiannya, Dedes sumbunyi-sumbunyi melirik Arok, tak sengaja matanya bertubrukan, kembali dada Arok bergetar apalagi sungging senyumnya memberi isyarat rahasia, kini Arok harus bersabar menunggu saat-saat untuk melampiaskan.
***
Taman keputren yang asri itu menguarkan
aroma sedapnya, berbagai jenis bunga bermekaran, melati putih kecil
mengeluarkan semerbak harumnya, kenanga yang kuning tak kalah wanginya, kembang
wora-wari lebih sumringah dengan warna merahnya yang menantang. Sang permaisuri
berjalan lesu diikuti emban kinasih,
”Gusti ayu gerangan apa yang dipikirkan sejak pagi tadi belum memberikan dawuh?”, ucap sang emban kinasih sambil
menundukan wajahnya. Wanita ayu permaisuri Tunggul Ametung itu kelihatan sedih,
mimpinya semalam menjadikan rasa takut berkepanjangan, dilihatnya istana banjir
darah setinggi lutut, ia bisa selamat bersama kandungannya, tapi suaminya tak tertolong.
Dalam hati kebingungan dengan seorang pemuda yang menolongnya, samar-samar
dilhatnya wajahnya yang tampan menawan. ”Aku sedang sedih memikirkan mimpiku
semalam emban”, katanya lirih, ”kalau bukan rahasia bolehkan emban
mengetahui?”, jawab emban sambil menyembah, ”ah emban tidak usahlah ini hanya
sebuah mimpi semoga saja tidak terjadi”, jawab Dedes sambil memetik melati
putih, tangannya mengelus perutnya yang semakin besar, naluri keibuannya
mengaharuskan ia untuk selalu bergembira ketika ada jabang bayi dikandungannya,
”emban hiburlah aku dengan sindenanmu
seperti kemarin”, ucap Dedes sambil berusaha untuk tersenyum. Suara yang merdu
mendayu menghibur lara hati Dedes yang dirundung kebingungan, dalam mimpi
pemuda gagah yang menolongnya adalah Arok kekasih hatinya, ah.... kakang Arok
apakah engkau juga mimpi seperti ini? batin Dedes tersipu malu.
***
Hitungan bulan terasa
berjalan lambat sekali, Arok bagai mabuk kepayang kasmaran kejelitaan Dedes
yang kini terlihat semakin molek saja, Dedes telah hamil sebuah kenyataan yang
membingungkan hati Arok, benih musuhnya telah tumbuh dirahim kekasihnya,
bagaimana bayi yang terlahir nanti?. Pilihan menanti kelahiran sang jabang bayi
atau mengakui sebagai anaknya nanti adalah dua pilihan yang sama-sama tidak menguntungkan,
tapi pertimbangan mengakui sang jabang bayi sebagai anaknya sendiri menjadi
pilihan mesti dunia menertawakannya. Arok berangkat menuju kediaman Empu
Gandring, dijumpainya empu itu sedang memegang keris yang katanya belum
sempurna, Arok takjub melihat keris yang katanya belum sempurna itu, dilihatnya
sinar pamor mengagumkan dari keris yang belum sempurna itu, dipegangnya keris itu dengan seksama, ”apanya
yang kurang sempurna Gandring?”, tanya Arok keheranan, dimata Arok keris itu
sudah sangat bagus dan sempurna. ”Aku belum mengisi ajian bagi kerismu!”, jawab
Gandring singkat. Dada Arok kembali bergemuruh, baginya kandungan Dedes menjadi
isarat agar dirinya bergerak cepat, ketika dilihatnya empu itu terlena,
ditikamnya perut empu tua yang malang itu sampai sanggar pamujan itu banjir
darah, Arok bergegas keluar meninggalkan korban pertama, senyum kemenangan
tersungging dibibirnya.
***
Sampai dirumah dipandangnya keris yang
telah memakan korban itu, dibersihkanya dengan air kembang setaman, dan setelah
kering diberinya ratus wewangian, ia menunggu saat yang tepat untuk menemui
sahabat karibnya. Baginya Kebo Ijo adalah sahabat karib yang bisa menghantarkan
meraih impian, didekati karibnya itu sambil menceritakan kehebatan keris
saktinya, ”Kebo Ijo, pernahkah kau lihat keris seorang raja?”, ledek Arok
sambil mengeluarkan keris dari bungkusan kain putih. Kebo ijo melihat sinar
kemerahan yang menyilaukan matanya, ”kerismu sungguh hebat Arok, kau dapat
darimana?”, tanya Kebo ijo penuh kekaguman, ”itu keris peninggalan ayahku, kau
bisa meminjamnya kalau mau, tapi ada satu syarat, kau harus menyimpannya dalam
peti diatas almarimu, ingat, keris itu tidak mau diletakkan disembarang
tempat!”. Bagai mendapat durian runtuh kebo ijo mendapat pinjaman keris sakti itu,
sepulang Arok dari rumahnya Kebo ijo yang sok suka pamer itu pergi kemana saja
dengan memamerkan keris saktinya kepada setiap orang yang ditemuinya, ”lihatlah
keris sakti, ini peninggalan kakekku”, kata Kebo Ijo kepada semua orang yang
menanyai asal usul kerisnya. Sementara itu Arok masih mengamati perkembangan
situasi istana Tumapel tempat idaman hatinya berdampingan dengan situa bangka
Tunggul Ametung, dadanya kembali bergemuruh, sudah beberapa hari ini ia tidak
bisa mendekati idaman hatinya, Tunggul Ametung semakin lengket dengan isterinya
yang sedang hamil, didengarnya warta yang beredar dimasyarakat bahwa Kebo ijo
sering kemana-mana membawa keris sakti peninggalan kakeknya. Saatnya tiba untuk
melaksanakan niatnya, bisik Arok dalam hati, dimalam yang gelap purnama didatangilah rumah Kebo Ijo, dengan mantra
sirepnya Arok masuk rumah tanpa diketahui siapapun, diambilnya keris sakti
miliknya yang dipinjamkan kepada Kebo Ijo dan bergegas menuju istana Tunggul
Ametung untuk melaksanakan niat jahatnya. Arok berjalan merunduk dikegelapan
malam, badannya telah ia lumuri dengan jelaga hitam, seribu mantra telah
dibacanya, dilihatnya semua prajurit pengawal tertidur pulas, ia masuk kekamar
pribadi sang akuwu, sesekali dadanya bergemuruh melihat Dedes bagai golek kencana tertidur pulas. Dengan sigap perut lelaki tua itu
disobeknya, darah segar menyembur dari lelaki yang malang itu, ia benamkan
sekali lagi didadanya, Tunggul Ametung menggeliat menjemput ajalnya, Arok
bergegas keluar pulang kerumah. Ia pulang dengan penuh kemenangan
menunggu warta yang beredar dari istana keesokan harinya.
***
Pagi hari istana gaduh, teriak histeris
sang permaisuri membangunkan seluruh pengawal istana yang malam itu tertidur
pulas. ”Sang Akuwu mati tertikam keris!”, berita itu menyebar dari mulut
kemulut, begitu terang tanah Arok telah berada dikerumunan para pengawal,
”siapa yang membunuh Gusti Tunggul Ametung?”, teriak Arok ditengah kerumunan
masa, ”tidak ada yang mengetahui tuan”, jawab komandan pengawal jaga yang
ketakutan, ”dasar bodoh!”, bentak Arok sambil menempeleng pengawal yang sial
itu. ”Ini keris siapa?” tanya Arok sambil memeriksa keris itu. Semua yang
ditanya sepakat menjawab keris itu milik Kebo Ijo, ”kemarin aku lihat keris itu
dibawa Kebo Ijo”, jawab pengawal sang satu, ”benar tuan, saya lihat kemana–mana
Kebo Ijo membawa keris itu yang katanya peninggalan kakeknya”, jawab yang lain.
Kebo Ijo dipastikan jadi pesakitan. ”Tangkap sekarang juga Kebo Ijo!”, perintah
Arok tegas. Dihadapan para pengawal dan kawula yang ada Arok menunjukkan
kegeramannya pada Kebo Ijo yang telah dengan tega membunuh sang Akuwu. ”Hukuman
apa yang pantas untuk Kebo Ijo?”, tanya Arok penuh amarah, ”hutang nyawa harus
dibayar nyawa!”, jawab serempak kawula yang ada dengan penuh dendam. Sesampai
dihadapan Arok, kebo Ijo tak sempat mengutarakan alasan, ditikamnya Kebo ijo
dengan keris saktinya. Kini dimata rakyatnya Arok bagai pahlawan yang pantas
menggantikan kedudukan sang akuwu.
***
Terlaksana sudah impian Arok memperisteri Dedes yang jelita itu, baginya
suara sumbang dan menertawakan tak dihiraukannya, Dedes adalah pujaan hatinya,
kecintaannya kepada wanita dengan betis yang menyilaukan mata itu memberikan harapan dirinya untuk menjadi
seorang raja dan menurunkan raja-raja besar ditanah Jawa, tak dihiraukannya
sumpah serapah empu Gandring yang sedang sekarat kala itu, tumbal nyawa manusia
akan terus ada selama manusia masih menginginkan tahta, wanita dan harta,
senyum Arok sambil memeluk Dedes wanita cantik pujaan hati yang diyakini akan
menurunkan raja-raja dari rahimnya, benarkah kata orang Arok dan Dedes dua
saudara kembar dampit?
***
Sukoharjo, 23 Oktober 2011
Sumedi