Bulan Nopember ini sejarah kepahlawanan
arek Surabaya khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya bakal dikenang
kembali, ditengah gempuran budaya materialistis dan hedonis ini masihkah
masyarakat peduli dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia?. Pertanyaan ini
hendaklah mendapat jawaban yang jujur. Ketika Perayaan hari ulang tahun
kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus yang lalu masih banyak masyarakat yang enggan
mengibarkan bendera sang merah putih dengan berbagai dalih, ini mengindikasikan
bahwa pertanyaan diatas sungguh beralasan. Berikut akan disajikan sedikit
gambaran tentang perjuangan arek Surabaya yang berjuang untuk mengusir kembali
penjajah (Belanda /NICA) yang mendompleng tentara sekutu (Inggris) yang mendarat
di Surabaya. Tugas utama tentara Sekutu adalah untuk melucuti dan memulangkan
tentara Jepang dan melindungi, mengung sikan tawanan perang dan kaum interniran
serta memelihara ketertiban dan keamanan. Tentara Sekutu (Inggris) telah
mendarat diberbagai daerah, antara lain di: Jakarta pada tg.30 September 1945,
Medan dan Padang tg.10 Oktober 1945, Semarang pada tg.20 Oktober 1945, Surabaya
tg.25 Oktober 1945 dan Palembang tg. 25 Oktober 1945. Kronologis peristiwa di
Surabaya:
Tg.26 oktober 1945 tercapai kesepakatan kedua
terdiri atas 3(tiga) pasal antara pihak Inggris dan pihak Indonesia di
Surabaya, isinya :
- yang akan dilucuti senjatanya hanyalah tentara Jepang dan bukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) atau badan-badan perjuangan rakyat lainnya.
- Tentara Inggris selaku wakil Sekutu akan membantu Indonesia dalam memelihara keamanan, ketertiban dan kedamaian
- Sesudah dilucuti, maka tentara Jepang akan diangkut lewat laut
Tg.27 Oktober 1945, beberapa pesawat Inggris menjatuhkan selebaran di
Surabaya, yang isinya memerintahkan kepada penduduk Surabaya dan Jawa Timur
untuk menyerahkan kembali semua senjata dan peralatan Jepang yang dikuasainya
kepada tentara Inggris, dengan ancaman; orang-orang yang kelihatan memegang
senjata dan menolak menyerahkan senjata itu kepada tentara Sekutu dapat
ditembak. Menyikapi keadaan itu Dr. Mustopo, Sudirman dll. berunding dengan
Brigadir Jendral A.W.S.Mallaby sebagai pimpinan tentara Sekutu di Surabaya.
Pihak Indonesia menyatakan, bahwa selebaran yang dijatuhkan oleh beberapa
pesawat Sekutu itu bertentangan dengan kesepakatan tg. 26 Oktober 1945.
Brigadir Jendral Mallaby heran atas selebaran yang dilakukan pesawat-pesawat
yang datang langsung dari Jakarta itu. Namun sebagai militer, Mallaby
menyatakan harus tunduk kepada atasannya.
Tg.28 Oktober 1945 pos-pos Sekutu
diseluruh Surabaya diserang oleh rakyat Indonesia.
Tg. 29 Oktober 1945 Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta,
Menteri Penerangan Mr. Amir Sjarifuddin mendarat di Surabaya atas permintaan
Sekutu. Mereka disertai beberapa perwira Inggris dan wartawan-wartawan luar
negeri. Presiden dan rombongan diantarkan ketempat perundingan dengan Sekutu.
Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan Menteri Penerangan Mr,
Amir Sjarifuddin mengecam sikap penduduk Surabaya. Presiden berkata :
”Bagaimana ini orang Surabaya? Ini kan Sekutu!, Senjata-senjata itu kan hak
internasional!”. Perundingan menghasilkan kesepakatan ketiga, antara lain isi surat selebaran yang disebarkan oleh sebuah
pesawat terbang tempo hari (27 Oktober 1945) akan diperundingkan antara PYM Ir.
Sukarno dengan Panglima Tertinggi Tentara Pendudukan seluruh Jawa pada tg. 30 Ok tober besok.
Tg. 30 Oktober 1945. Perundingan tingkat tinggi diruangan kerja Gubernur
Jawa Timur Suryo dilantai II. Dari pihak Indo nesia hadir: Presiden Sukarno,
Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Penerangan Mr. Amir Sjarifuddin,
Gubernur Suryo, Sudirman, Dul Arnowo, Sungkono, Atmadji, Sumarsono, Bung Tomo,
Ruslan Abdul Gani, dan Kustur. Dari pihak Inggris hadir: Jendral D.C. Hawthorn, Brigadir Jendral A.W.S. Mallaby dan Kolonel
Pugh.Terjadi kesepakatan:
- Pamflet Sekutu. Tentara Keamanan Rakyat(TKR), Polisi Republik Indonesia, Pemuda Republik Indonesia, Barisan Pembrontak Republik Indonesia (BPRI) menolak isi pamflet Sekutu yang disebarkan tg.27 Oktober 1945. Akhirnya Hawthron menarik kembali isi pamflet. TKR dan Polisi RI diakui oleh Hawthron, karenana mereka berhak memegang senjata. Soal senjata yang ada ditangan pemuda dan rakyat itu urusan intern RI.
- Daerah-daerah Sekutu. Sekutu minta agar kepungan terhadap daerah-daerah yang mereka duduki ditiadakan. Indonesia menolak , sebaliknya minta agar Sekutu ditarik dari gedung HBS Ketabang, gedung BPM, gedung Internatio dll, lalu dipusatkan di dua tempat saja: pelabuhan dan pusat interniran RAPWI di Darmo. Antara keduanya dijamin adanya ”free movement”.
- Penjagaan tempat interniran. Siapakah yang melakukan: pihak Sekutu atau Indonesia?. Akhirnya tercapai kesepakatan: penjagaan diserahkan kepada Inggris, tapi penjagaan daerah pelabuhan dilakukan oleh TKR dan Polisi RI bersama Inggris
- Biro Kontak. Mula-mula Inggris tidak setuju dengan pembentukan Biro Kontak tapi akhirnya setuju, untuk mengawasi dan melaksanakan segala persetujuan dengan detilnya.
Pada hari itu juga Presiden Sukarno dan rombongan serta Jendral Hawthorn beserta rombongan kembali ke
Jakarta ditengah masih berkecamuknya
tembak menembak di Surabaya. Pada sore hari Biro Kontak mengadakan sidang
dikamar kerja Residen Sudirman dengan sekretaris Kapten Shaw di pihak Inggris
dan Kapten Tituler Ruslan Abdul Gani di
pihak Indonesia. Karena berita tentang hasil perundingan belum merata, maka
tembak menembak masih terus berlangsung,
al. digedung Lindeteves (dekat jembatan Semut) dan di gedung Internatio (dekat
jembatan Merah). Pada jam 17.00 Rombongan Biro Kontak dengan 8 mobil menuju
gedung Lindeteves dalam rangka menghentikan pertempuran. Ternyata tembak menem
bak di sekitar gedung itu sudah berhenti. Rombongan lalu meneruskan perjalanan
ke gedung Internatio. Di sekitar gedung Internatio rakyat dan pemuda menuntut
agar pimpinan tentara Inggris dalam
rombongan Biro Kontak memerintahkan kepada pasukan Inggris yang terkepung dalam
gedung untuk menyerah. Setidak-tidaknya sore itu juga harus diangkut ke pelabuhan
dengan meninggalkan senjatanya. Sudirman, Dul Arnowo dan Sungkono menjelaskan
kepada mereka hasil perundingan antara Jendral Hawthorn dan Presiden Sukarno.
Akhirnya mereka setuju, bahwa malam itu pasukan Inggris masih tinggal di dalam
gedung itu, dan baru esoknya diangkut ke pelabuhan dengan dikawal oleh TKR.
Rombongan Biro Kontak meneruskan perjalanan ke Jembatan Merah. Tiba-tiba datang
kelompok rakyat dan pemuda dari tikungan antara gedung Internatio dan gedung
telepon. Mereka mengajukan tuntutan serupa dengan kelompok sebelumnya di sekitar
gedung Internatio. Sekali lagi rombongan Biro Kontak memberikan penjelasan.
Kelompok lalu menuntut agar pasukan Inggris didalam gedung Internatio berhenti
menembak. Rombongan Biro Kontak berunding. Brigadir Jendral Mallaby bersedia
masuk gedung untuk memberikan perintah kepada pasukannya agar berhenti
menembak.Tapi kesimpulan perun dingan: yang akan masuk adalah Kapten Shaw,
disertai Muhammad dari pihak Indonesia dengan Kundan sebagai juru bahasa.
Mereka diberi waktu sepuluh menit.
Ketika ketiga orang itu masih berada didalam gedung, tiba-tiba granat yang
dilempar dari dalam gedung meledak didepan gedung, disusul tembakan gencar dari
lantai bawah dan atas gedung. Korban berjatuhan diluar gedung. Waktu itulah
mobil Brigadir jendral Mallaby meledak dan terbakar. Selanjutnya terjadi
pertempuran yang diduga mengakibatkan tewasnya Brigadir Jendral Mallaby. Sejak
saat itulah terjadi ketegangan diberbagai daerah khususnya di Surabaya. Jendral
Christison selaku panglima tentara Sekutu untuk Asia tenggara mengeluarkan
pengumuman agar orang-orang Indonesia yang melanggar gencatan senjata dan
bertanggung jawab atas tewasnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby diserahkan
kepada Sekutu, kalau tidak maka ia akan mengerahkan kekuatan darat, laut dan
udaranya untuk menghancurkan mereka itu. Sejak saat itu kota Surabaya mencekam. Mayor Jendral
E.C.Mansergh yang menggantikan Brigadir Jendral A.W.S. Mallaby menyatakan ingin
bertemu dengan gubernur Jawa Timur Suryo, sikapnya angkuh sekali rupanya waktu
itu Inggris sudah mendaratkan 24.000
prajurit baru di Surabaya. Lewat kurirnya komandan pasukan sekutu itu
menyerahkan surat yang berbunyi: Kota Surabaya telah diduduki para penjarah,
bahwa orang Indonesia telah gagal menetapi segala janji dan persetujuan, bahwa
orang Indonesia dengan sangat memperlambat evakuasi orang-orang asing yang
ingin pulang ke negerinya, dan bahwa orang- Indonesia menghalang-halangi tugas
melucuti tentara Jepang. Karena itu ia akan memasuki kota Surabaya dan
sekitarnya, juga daerah-daerah lain di Jawa Timur untuk melucuti
gerombolan-gerombolan yang tak kenal hukum itu. Meski Gubernur telah
menjelaskan tuduhan yang tidak benar dari komandan sekutu itu, Mayor Jendral
E.C.Mansergh justru mengirimkan surat ultimatum yang menjelaskan al. Disebutkan
8(delapan) macam senjata yang harus diserahkan kepada Inggris. Disamping
senapan, pistol, meriam, tank, mortir, granat dll, harus diserahkan juga:
tombak, pisau, pedang, keris, bambu runcing, sumpitan, anak panah berbisa, dan
lembing. Penyerahan selambat-lambatnya tg. 9 Nopember jam 18.00. dan apabila
perintah tidak dijalankan sampai jam 06.00 besok pagi, Sekutu akan bertindak
dengan kekuatan Angkatan Laut, Darat dan Udara. Setelah para pemimpin gagal
berunding, maka Gubernur Jawa Timur dengan seluruh rakyat Surabaya siap
menghadapi segala resiko. Pertempuran tak bisa dihindari, tepat jam 06.00 tg.
10 Nopember 1945. 50 pesawat terbang menggempur kota Surabaya, kapal-kapal
perang dari lautan menembakkan peluru-pelurunya
langsung kesasaran darat. Dua puluh ribu (20.000) prajurit TKR dan
120.000 pemuda Surabaya dan seluruh rakyat Surabaya dengan gagah berani
menghadapi serangan pasukan Sekutu yang biadab itu. Meski korban berjatuhan tak
terhitung jumlahnya, namun demikian tiga pesawat terbang Sekutu dapat
dirontokkan. Arek Surabaya tak kenal takut, lebih baik mati berkalang tanah.
Inggris memperkirakan hanya butuh waktu 3 hari untuk merebut Surabaya dengan
30.000 pasukannya ternyata pertempuran selama 3 minggu baru reda. Inggris hanya
mendapatkan kecaman dari berbagai masyarakat dunia internasional, lebih-lebih
rakyat Indonesia diberbagai pelosok tanah air. Peranan RRI sangat menentukan,
lebih-lebih siaran dari Suara Radio
Pembrontakan dibawah kendali Bung Tomo. Pertempuran Surabaya jauh lebih dahsyat
dari pertempuran manapun yang pernah terjadi di Indonesia. Kematian Brigadir
Jendral Mallaby sebagai sumbu ledak menimbulkan teka-teki yang tak terjawab,
ada dugaan kemungkinan ini hanya taktik dari provokator NICA (Belanda) yang
ingin menjajah Indonesia kembali.
Mengingat begitu dahsyatnya pertempuran di Surabaya, sudah sepantasnya
pemerintah menetapkan tg. 10 Nopember sebagai Hari Pahlawan. Kita harus sadar
bersejarah, sejarah adalah cermin masa lalu kita yang menentukan masa kini dan
pedoman masa depan bangsa. Ketika kita tidak belajar sejarah, maka kita pun
tidak tahu akan kemana bangsa ini berjalan. Semoga peringatan Hari Pahlawan
tahun ini bukan hanya ritual tahunan tanpa makna tapi dapat menggugah kesadaran
bersejarah masyarakat.
***
Sukoharjo, 30 Oktober 2012
Sumedi
NB. Bahan dikutip dari buku: Kronik Revolusi Indonesia Jilid I (1945)
ditulis oleh: Pramoedya Ananta Toer dkk.