Hampir enam puluh enam tahun usia
kemerdekaan kita, namun apa yang bisa kita pelajari dari gambar koin yang
dibuat oleh Bank Indonesia (pemerintah)?. Kita bisa banyak belajar sejarah dari
uang kertas yang beredar di Indonesia, gambar para pahlawan mendominasi
lembar-lembar uang kertas kita mulai dari nominal kecil sampai yang tertinggi
nilainya, maupun gambar aneka flora dan fauna khas Indonesia, namun bagaimana
dengan gambar koin kita?. Pahlawan Dipanegara satu-satunya pahlawan yang ada
dalam koin Indonesia tahun limapuluhan(1952) dengan nominal 50 sen, selebihnya
koin 10 sen (1951) dan 25 sen (1952) dan 50 sen tahun 1958 hanya bergambar
lambang negara, sesudah itu koin Indonesia bergambar burung cendrawasih (1971),
rumah gadang (1973), rumah gadang dan gunungan (1978) dan aneka burung. Bahkan yang paling fatal gambar lambang negara kita sudah
tak nampak lagi. Memang kesan pertama dari uang koin kita adalah nilainya yang
kecil, yang hanya pantas dimiliki orang kecil atau sebagai uang kembalian,
bahkan diantara kita ada yang merasa malu kalau hanya memiliki uang koin.
Sebenarnya dengan uang koin kita dapat belajar tentang berbagai hal khususnya
pariwisata atau untuk mengenal para pahlawan kita, misal ada uang koin
bergambar candi Borobudur, candi Prambanan, mesjid Istiqlal, atau gereja
Katedral atau gambar pura, bukankah ini menunjukan berbagai agama yang ada di
Indonesia dan kerukunan umat pemeluknya?. Tak usah jauh-jauh kebelakang kita
tengok saja tahun tujuh puluhan, terbit koin dengan nominal:Rp.5,-(1974)
bergambar sepasang suami isteri dengan dua orang anak dengan tema Keluarga berencana, Rp.10,-(1979) bergambar
celengan dengan tema menabung untuk menunjang pembangunan, Rp25,-(1971)
bergambar burung merpati mahkota, Rp.50,-(1971) bergambar burung cendrawasih,
dan Rp.100,-(1973) bergambar rumah gadang dan Rp.100,-(1978) bergambar rumah
gadang/gunungan. Seluruh koin terbitan
tahun tujuhpuluhan tidak ada gambar lambang negara. Sepertinya temanya tidak
bersambung sama sekali, mestinya kita harus konsisiten kalau tahun tujuhpuluhan
menerbitkan koin tentunya temanya harus sama, kalau temanya fauna ya semua
harus fauna, kalau temanya flora ya semua harus flora, kalu temanya obyek
pariwisata ya semua harus sama. Menginjak tahun sembilan puluhan kembali
Indonesia menerbitkan koin baru bergambar Kelapa sawit dengan nominal
Rp.1.000,- , bunga Melati dengan nominal Rp.500,- dan Karapan sapi dengan
nominal Rp.100,-, lagi-lagi temanya tidak nyambung, flora dengan obyek wisata
karapan sapi di Madura, apa hubungannya bunga melati dengan kelapa sawit?,
syukur gambar lambang negara kita sudah ada. Sampai dengan tahun 2011, atau
lebih dari dua puluh tahunan koin bergambar bunga melati mendominasi koin
Indonesia dengan nominal Rp. 500,-. Baru tahun 1999 muncul koin bergambar
burung Kakatua raja dengan nominal Rp.100,- dan jalak Bali dengan nominal
Rp.200,-. Mungkin wisatawan mancanegara akan tertawa melihat koin kita yang
hanya itu-itu saja, mereka akan bertanya siapa pahlawan Indonesia?, mana obyek
wisatanya, mana gambar presidennya dan apa hubungan gambar bunga melati dengan
sejarah bangsa Indonesia?, jangan-jangan mereka akan mati-matian berusaha membawa
pulang burung Jalak Bali dan burung Kakatua raja, padahal kedua burung itu
jenis yang dilindungi undang-undang. Kembali akhir tahun 2010 terbit koin
dengan nominal Rp.1.000,- bergambar Angklung dan Gedung sate. Seperti ada yang
salah dalam perencanaan dan desain pembuatan koin, mestinya dalam periode
tertentu misal lima atau sepuluh tahun sekali uang koin harus dibuat baru
dengan tema yang berbeda dengan terbitan sebelumnya dan temanya harus selaras.
Sudah selayaknya ada koin bergambar presiden Republik Indonesia, apakah gambar
presiden dan mantan presiden tidak pantas untuk dikoinkan?, bukankah presiden
itu juga presidennya orang-orang kecil yang hanya memiliki kepingan-kepingan
uang koin?, tidak ada salahnya kita membuat koin dengan berbagai nilai nominal dari
yang rendah sampai yang tinggi sehingga uang koin bisa dihargai semua lapisan
masyarakat. Membandingkan koin Indonesia dengan koin dari negara lain rasanya
kita akan malu, rasanya kita seperti kekurangan ide untuk membuat koin baru,
ambil contoh koin dari negeri jiran Malaysia, koin satu ringgit Malaysia
bergambar sebuah keris yang sangat indah sekali dengan bahan logam kuningan,
bukankah keris merupakan senjata dan warisan leluhur kita?. Dinegara-negara
persemakmuran, gambar ratu Elizabeth mendominasi koin–koin negara tersebut
dengan berbagai tingkatan nominalnya, juga para pahlawan dan raja atau presiden
juga terpampang dalam koin-koinnya. Sudah saatnya kita meninjau ulang gambar
koin yang telah berusia duapuluh tahunan (bunga melati), meski bunga melati
lambang kesucian, rasanya kurang pas kalau terus menerus dijadikan gambar koin,
bukankah gambar tari Golek, tari Pendet, tari Piring dsb bisa menggantikannya?.
Belum kalau kita mau memamerkan obyek wisata alam kita, seperti danau Toba,
gunung Merapi, gunung Bromo, kerajaan-kerajan diberbagai daerah sangat perlu
ditampilkan dalam koin kita, belum lagi kalau kita mau mengangkat olah raga
tradisional kita, pokoknya tidak akan kekurangan bahan kalau kita mau membuat.
Jadi tidak hanya alasan membuat koin karena hanya dikejar inflasi yang selalu menghantui kita.