Minggu, 02 Juni 2013

Jangan Salahkan Kaum Golput

Selama ini kaum golongan putih (golput) dianggap kaum yang tak bertanggung jawab, kaum yang tak berpendirian dan seabrek tuduhan negatif lain, benarkah mereka demikiian?. Fenomena golput atau tak memberikan suara dalam suatu kegiatan pemilu atau pilkada dari tahun ketahun selalu meningkat, siapa yang salah?. Tak  mudah mengurai penyebabnya, bisa saja para golput merasa tak pernah diajak(diundang) sosialisasi masalah pemilu/pilkada atau memang kaum golput tak melihat calon yang disodorkan tidak ada yang memenuhi kriterianya.
Sejak Departemen Penerangan dibubarkan, tugas sosialisasi pemilu dan sejenisnya tak tergarap dengan baik. Lembaga baru seperti kementrian Komunikasi dan Informatika serta dinas-dinas Komunikasi didaerah-daerah banyak yang bersifat pasif. Kementrian dan dinas-dinas Komunikasi tersebut lebih tepat disebut gudang informasi (pasif) yang sifatnya hanya melayani masyarakat yang datang mencari informasi.
Bukan berarti penulis tak menghargai peran Kementrian dan dinas Komunikasi ini, namun fakta menunjukkan bahwa kehadiran petugas juru Penerang (Jupen) sangat diharapkan kehadirannya didesa-desa dan daerah pelosok/terpencil. Jangan anggap semua warga masyarakat telah melek informasi, jangan anggap semua warga mampu beli koran dan bisa mengikuti pemberitaan radio atau televisi. Berbeda dengan zaman dahulu ketika Departemen Penerangan masih ada, dengan segala sarana dan prasarana yang ada Departemen Penerangan mengerahkan segala sumber daya yang ada untuk mengajak mesyarakat untuk datang ke TPS(Tempat Pemungutan Suara) memberikan suaranya. Sehingga keberadaan golput jaman dulu hanya sedikit sekali.
Kini jaman telah berubah, Pemilu, Pilpres dan Pilkada hampir menjadi kegiatan rutin yang hampir bersamaan tahunnya. Masyarakat sudah menjadi jenuh dengan ajang pesta pora demokrasi ini. Selain menguras dana APBN dan APBD, situasi tegang dan mencemaskan kerap menghantui hati rakyat. Apalagi hasil perbaikan taraf hidup warga tak terwujud sehingga banyak warga masyarakat semakin memilih tidak menghadiri TPS.
Kini pelaksanaan Pilpres, Pilkada dan Pilihan Legislaif tak ubahnya perebutan kekuasaan dan ajang mengeruk duit rakyat. Mereka berani mengeluarjkan dana yang tak sedikit dengan harapan kelak dapat kembali modal dan mendapatkan hasil.
Tindak korupsi yang dilakukan pemimpin dan para wakil rakyat sudah menjadi perbuatan vulgar yang setiap hari bisa disaksikan dan didengar rakyat, sehingga perbuatan memilih calon dalam ajang pesta demokrasi itu hanya melanggengkan budaya korupsi.
Maka anggapan negatif kepada kaum golput tak relevan lagi. Jadi kalau ada pemimpin dan legislator yang menjadi koruptor justru para pemilih yang perlu disalahkan, ”Tuh,... lihat hasil karya pilihanmu yang kau anggap hebat!”. Kesimpulannya golput adalah juga tindakan yang mulia karena mereka tidak(belum) menemukan calon pilihan yang sesuai dengan kriterianya.
Untuk itu pantas diucapkan selamat kepada para pemilih yang hadir mendatangai TPS dan selamat juga kepada kaum golput karena mereka tidak memilih juga berdasarkan hati nuraninya.
***